Home » , » Anas Mau Menjelma Menjadi M. Nazaruddin II.

Anas Mau Menjelma Menjadi M. Nazaruddin II.

Anas benar-benar kalah. SBY lah yang menang. Seperti dikutip dari Kompas.com, “Suruh saja Pak Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) bersih-bersih Monas. Nanti ketika ada orang yang digantung, kan, Monas-nya sudah bersih,” kata Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta. Pernyataan itu menimbulkan dan meyakinkan semua orang bahwa apa yang terjadi antara KPK, Anas Urbaningrum dan SBY benar-benar terjadi. 

KPK sengaja mengeluarkan Sprindik yang diteruskan oleh staf khusus kepresidenan Imelda Sari. Tujuan penyebaran ini tentunya sudah didesain sedemikian rupa. Buat apa staff khusus kepresidenan menyebarkan berita itu kalau tidak memiliki kepentingan. Kepentingannya adalah membentuk opini dan mendorong trial by press kasus yang ditimpakan kepada Anas Urbaningrum.

Motif digesernya Anas Urbaningrum oleh SBY itu sebenarnya karena adanya kepentingan soal pencalonan Presiden oleh Partai Demokrat. Anas Urbaningrum dalam berbagai kesempatan membuka kemungkinan luas untuk pencalonan presiden. Sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas jelas memiliki wewenang untuk mengatur dan memandang perlu mencalonkan calon presiden yang kredibel. Pernah disebutkan oleh Anas Dahlan Iskan, juga Jusuf Kalla bahkan. Mahfud MD pun terkenal dekat dengan Anas Urbaningrum sebagai partner komunikasi politik. Kedekatan dan cara pikir Anas yang membuka kemungkinan calon presiden dari PD ini diyakini membuat SBY gerah.

Sebagaimana diketahui, PD dikelola dan dimiliki oleh keluarga Cikeas. Artinya semua kader dan pengurus PD adalah pelayan bagi Susilo Bambang Yudhoyono. Semua kader dan pengurus PD harus tunduk kepada kepentigan pemilik partai, SBY. Oleh karena itu, begitu Anas sudah berbeda visi, maka SBY membuang Anas ke tong sampah politik kotor. Caranya? Ini yang menarik.

Korupsi yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum bersama dengan M. Nazaruddin adalah korupsi kategori AAA+++. Korupsi model begini sangat rapid an canggih. Korupsi ini melibatkan ‘perusahaan’ yang hanya menjadi kaki tangan untuk merampok uang negara dengan jalan proyek. Nah, dalam proyek Hambalang yang jelas-jelas Anas mendapat gaji dari Perusahaan yang sebenarnya dipakai sebagai alat mengeruk uang, nama Anas tidak tercantum. Dengan demikian secara hukum tidak tersentuh dan tidak terbukti.

Ketika publik meyakini Anas terlibat seperti yang disampaikan oleh M. Nazaruddin, juga terhadap Angelina Sondakh dan Andi Mallarangeng, maka serta-merta SBY memiliki kesempatan untuk menelikung dan memanfaatkan kondisi blessing in disguise ini. SBY memengaruhi KPK agar melakukan apapun yang mungkin untuk menjadikan Anas sebagai tersangka. Maka KPK pun melakukan testing the water - melakukan penjajagan - untuk mengetahui reaksi publik dan kubu Anas Urbaningrum. Digunakanlah Imelda Sari staf khusus kepresidenan untuk menyebarkan Sprindik tersebut.

Di KPK sendiri dibuat seolah-olah Sprindik itu palsu dan lain-lain. Aneka pernyataan baik dari Abraham Samad, Zulkarnain, Johan Budi semuanya ditujukan sebagai rhetorical exchange antara pihak pemesan ‘issue’ yakni SBY dengan KPK. Publik benar-benar dibodohi dengan adanya Sprindik ini. Padahal semuanya didesigned ada yang salah, ada yang kurang dan seterusnya. Kini setelah SBY mengambil alih, dan Anas tampaknya masih diam dan ‘kelihatan lemah’ belum melakukan perlawanan full force, KPK akan menempuh satu dari dua alternative, (1) menetapkan Anas sebagai tersangka, (2) setelah gelar perkara Anas akan dibebaskan dan di-clearkan. Apa akibat dari dua tempuhan KPK tersebut terhadap Anas dan SBY?

Dengan (1) ditetapkannya Anas sebagai tersangka, maka tamat riwayat politik Anas. Namun tamatnya riwayat ini akan menyeret SBY ke kursi pesakitan dan kehilangan kehormatan diri dan keluarga. Anas akan menjadi Nazaruddin II. Jika Anas ditetapkan sebagai tersangka, satu-satunya pilihan adalah Anas menyeret sebanyak mungkin koruptor menemaninya di bui.

Jika (2) Anas tidak dibui dan diclearkan oleh KPK, Anas akan melakukan kudeta berupa merebut Partai Demokrat secara penuh dari tangan SBY. Anas akan melakukan hal ini demi tegaknya kehormatan dan pembelajaran demokrasi. Partai tidak boleh dimiliki secara pribadi dan dianggap seperti perusahaan keluarga. Keyakinan Anas ini yang akan membawa Anas dan gerbong pendukung politiknya untuk melawan SBY.

Penandatanganan pakta integritas oleh DPD dan DPC juga dilakukan setelah ada anjuran Anas Urbaningrum. Anas masih mengendalikan DPD dan DPC secara efektif karena pada kenyataannya mereka semua tekah menerima uang dari Anas dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung - seperti yang disampaikan oleh M. Nazaruddin dan sopir pribadi Anas Urbaningrum, Udin. Anas telah menyandera DPD dan DPC secara efektif. Itulah sebabnya DPC dan DPD diam dan tak bersuara.

Jadi, Anas ditetapkan atau tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, KPK tidak rugi. SBY justru terjebak oleh permainannya sendiri dengan mengintervensi KPK. KPK melakukan maneuver manis menjebak SBY. Penetapan Anas sebagai tersangka korupsi oleh KPK jelas menghancurkan Anas. Tidak ditetapkannya Anas sebagai tersangka akan menyebabkan SBY kehilangan muka dan Anas akan merebut kendali Partai Demokrat secara penuh, dan Anas menjadi Muhaimin Iskandar II. Kini SBY lah yang rugi besar. Ditetapkannya Anas menjadi tersangka akan membuka aib dan rahasia politik SBY dan Partai Demokrat - seperti yang disampaikan oleh M. Nzaruddin - dan Anas pun menjelma menjadi M. Nazaruddin II.

0 comments:

Post a Comment