Home » , » Industri Harus Dibangun Keluar Jawa

Industri Harus Dibangun Keluar Jawa

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pembangunan industri baru di luar Pulau Jawa. Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kemenperin Dedi Mulyadi mengatakan, kondisi infrastruktur di Pulau Jawa memang lebih memadai, namun cadangan air bersih tidak lagi tersedia.

Sehingga, menurut Dedi, kedepan, industri yang dibangun di Pulau Jawa hanya yang berteknologi tinggi (high technology industry). "Melihat kondisi Pulau Jawa yang sudah mengalami defisit air, lima hingga 10 tahun ke depan pembangunan industri di pulau Jawa harus distop dan harus disebar ke luar pulau Jawa," kata Dedi di Jakarta, Senin (11/4/2011).

Kemenperin mencatat, pada saat ini, porsi penyebaran industri yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa adalah 66,95 persen. Sedangkan di Kalimantan adalah 3,75 persen, Sulawesi 7,17 persen, Maluku dan Papua 0,96 persen, Sumatera 12,54 persen, Bali, NTB, dan NTT sebesar 8,63 persen.

Struktur industri pada tahun 2010 untuk padat teknologi adalah sebesar 30 persen, padat karya 43 persen, dan padat sumber daya alam (SDA) 27 persen. Pada tahun 2025, porsi dari padat teknologi ditargetkan mencapai 35 persen, padat karya 30 persen, dan padat SDA menjadi 35 persen.

Dari total sebanyak 22.000 hingga 23.000 unit industri berskala besar dan 3,3 juta unit IKM yang ada di Indonesia, sebanyak 70 persen diantaranya masih terpusat di Pulau Jawa.

"Memang tidak elok kalau saat ini kita paksakan industri baru harus dibangun di luar Pulau Jawa, karena fasilitas infrastruktur yang ada di luar Pulau Jawa memang sangat minim bahkan ada yang tidak tersedia sama sekali,"papar Dedi.

Dedi menjelaskan, Kemenperin telah berupaya mempersiapkan proses penyebaran industri ke luar pulau Jawa dengan membuat masterplan pusat-pusat pertumbuhan industri di sejumlah daerah. Pusat-pusat pertumbuhan industri yang sedang dipersiapkan adalah pusat pertumbuhan industri kelapa sawit di Sei Mangkei, Sumatera Utara, Dumai, Riau dan Maloi, dan Kalimantan Timur.

Selain itu, pemerintah juga telah mempersiapkan pusat pertumbuhan industri besi baja di Batu Licin, Kalimantan Timur serta pusat pertumbuhan industri alumunium di Mempawah dan Tayan, Kalimantan Barat.

“Industrialiasi tidak hanya membangun pabrik tapi juga memberikan kesejahteraan rakyat. Sehingga harus ditambah investasi dalam bidang pendidikan. Dimana pemerintah menyediakan fasilitasnya. Kluster sifatnya terintegrasi. Itu harus dibangun diluar Jawa. Kedepan harus dibangun kawasan industri generasi ketiga yang sifatnya terintegrasi melibatkan masyarakat dan pendidikan. Termasuk kawasan IKM,”jelas Dedi.

Menurut Dedi, keberhasilan pembangunan pusat-pusat pengembangan industri yang dicanangkan tersebut memang tidak lepas dari kesiapan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam mempersiapkan fasilitas serta infrastruktur yang dibutuhkan oleh para pelaku industri. Pasalnya, tanpa adanya pembangunan infrastruktur serta fasilitas pendukungnya, maka tidak akan ada investor yang mau tertarik untuk menanamkan modalnya.

"Belum lama ini ada investor dari Jepang dan Korea yang tertarik untuk membangun industri di wilayah Sumatera, namun karena pasokan listriknya tidak tersedia mereka akhirnya lari ke Malaysia," ungkap Dedi.

Dedi menuturkan, untuk membangun kawasan industri yang terintegrasi sedikitnya membutuhkan lahan seluas 500 hektare (ha) dengan estimasi biaya  investasi sebesar USD200.000 per ha.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, penyediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengembangan klaster industri prioritas tersebut, seperti jalan, pelabuhan, rel kereta api, pembangkit listrik, serta bendungan yang memerlukan dukungan dana yang besar.

Pemerintah, kata Hidayat, dalam hal ini akan menyediakan dana sebesar 20-25 persen yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar, sedangkan sisanya diharapkan dukungan dari pihak swasta.

Kemenperin, menurut Hidayat, telah mengusulkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum mengenai kebutuhan infrastruktur dan juga peningkatan defisit anggaran sampai 0,2 persen sehingga APBN 2012 dapat ditambah sekitar Rp14 triliun yang dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dalam rangka pengembangan klaster industri prioritas yang tersebar di enam koridor ekonomi.

“Tetapi defisit itu akan ditambah 0,2 persen, setiap penambahan 0,1 persen itu tambah Rp7 triliun. Sehingga dengan begitu, akan mendapat anggaran Rp14 triliun untuk infrastruktur dasar untuk klaster di luar Jawa. Jawa bukan lagi prioritas,”tutup Hidayat.

0 comments:

Post a Comment