Home » , » Kemana Kejujuran ?!

Kemana Kejujuran ?!

Hari – hari  ini publik dibuat terhenyak oleh  hasil tindakan keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membongkar timbunan aset dan menyita milik  mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo.

Nilainya fantastis! Sekitar Rp100 miliar. Kemungkinan masih akan bertambah. Karena lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu masih memburu aset lainnya. Dari mana Djoko memperoleh harta-hartanya itu?
Korupsi! Itu yang disangkakan KPK kepada Djoko : Seorang Jenderal Polisi berbintang dua mempunyai kemampuan mengumpulkan hasil korupsi sedemikian banyaknya.

Dan, sejak kasus Irjen Djoko Susilo menggelinding di KPK, maka bukti  kehidupan mewah sementara oknum  petinggi polisi, terungkap ke permukaan dan telah  menjadi tontonan yang lumrah di masyarakat.

Menilik PP PP NO. 16 Tahun 2012, gaji anggota Polri dengan pangkat jenderal dengan masa kerja 32 tahun hanya Rp4.717.500 . Gaji pokok tersebut belum termasuk tunjangan keluarga yang besarnya untuk istri/suami 10 persen dari gaji pokok dan anak 2 persen dari gaji pokok, tunjangan pangan sebesar nilai beras per 10 kilogram per orang, tunjangan jabatan untuk pejabat struktural maupun fungsional, tunjangan umum untuk yang tidak memegang jabatan struktural maupun fungsional.

Mantan anggota Polri yang kini menjadi pengamat, Widodo Umar menyebut, gaji bersih (take home pay) polisi di tingkat tertinggi sekitar Rp15 juta dan untuk golongan pangkat rendah sekitar Rp3 juta.

Sebenarnya, petinggi Polri yang bergelimang harta bukan cuma Djoko. Masih ingat kasus rekening gendut perwira polisi?  Intinya, ada enam nama jenderal dan beberapa perwira menengah yang diduga punya aliran dana mencurigakan. Enam jenderal itu, Irjen Pol Mathius Salempang, Irjen Pol Sylvanus Yulian Wenas, Komjen Pol Susno Duadji, Irjen Pol Budi Gunawan, Irjen Pol Badrodin Haiti, dan Irjen Pol Bambang Suparno.

Memang belum ada pembuktian bahwa aliran dana itu merupakan bagian dari tindak pidana korupsi. Namun, karena nilainya dianggap tak wajar, tentu saja ini patut dicurigai!

Di kawasan Kampung Tengah, Jakarta Timur, ada sebuah rumah dua setengah lantai yang bisa disebut mewah. Keberadaannya cukup mencolok. Sebab, lokasinya di tengah-tengah pemukiman penduduk asli.
“Yang punya itu, polisi. Pangkatnya nggak tahu, kayaknya biasa saja. Tapi dia itu di tempat basah, bagian STNK. Rumahnya bukan cuma itu, ada lagi di Kampung Gedong,” kata warga sekitar kepada BARATAMEDIA baru-baru ini.

Berpangkat biasa saja sudah memiliki rumah mewah lebih dari satu. Alhasil, muncul kecurigaan bahwa hartanya itu diperoleh dengan tidak jujur.

Mendiang mantan Presiden RI, (alm) Gus Dur pernah mengatakan, di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng.

Siapa Hoegeng? Mendiang adalah Kapolri periode 1968-1971. Nama lengkapnya Hoegeng Imam Santoso. Ia merupakan putra sulung dari pasangan Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi Kalsoem. Lahir pada 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan.

Meskipun berasal dari keluarga Priyayi (ayahnya merupakan pegawai atau amtenaar Pemerintah Hindia Belanda), namun perilaku Hoegeng kecil sama sekali tidak menunjukkan kesombongan, bahkan ia banyak bergaul dengan anak-anak dari lingkungan biasa.

Hoegeng sama sekali tidak pernah mempermasalahkan ningrat atau tidaknya seseorang dalam bergaul. Masa kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi, karena itu ia seringkali berpindah-pindah rumah kontrakan. Sejak kecil Hoegeng dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal.

Selama ia menjabat sebagai Kapolri ada dua kasus menggemparkan masyarakat. Pertama kasus Sum Kuning. Yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur, Sumarijem, yang diduga pelakunya anak-anak petinggi teras di Yogyakarta. Ironisnya, korban perkosaan malah dipenjara oleh polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu. Lalu merembet dianggap terlibat kegiatan ilegal PKI. Nuansa rekayasa semakin terang ketika persidangan digelar tertutup. Wartawan yang menulis kasus Sum harus berurusan dengan Dandim 096. Hoegeng bertindak.

“Kita tidak gentar menghadapi orang orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, walaupun keluarga sendiri, kalau salah tetap kita tindak,” katanya saat itu.

Kasus lainnya yang menghebohkan adalah penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjahjadi. Berkat jaminan “orang kuat”, pengusaha ini hanya beberapa jam mendekam di tahanan Komdak. Sungguh berkuasanya si penjamin, sampai-sampai Kejaksaan Jakarta Raya pun memetieskan kasus ini.

Siapakah si penjamin itu? Tapi, Hoegeng tak gentar. Di kasus penyelundupan mobil mewah berikutnya, Robby tak berkutik. Pejabat yang terbukti menerima sogokan ditahan. Rumor yang santer, gara-gara membongkar kasus ini pula yg menyebabkan Hoegeng dipensiunkan pada 2 Oktober 1971 dari jabatan Kapolri. Kasus ini ternyata melibatkan sejumlah pejabat dan perwira tinggi ABRI.

Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Presiden Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.

“Duta besar itu harus bisa minum cooktail, saya tidak suka cooktail,” kata Hoegeng menjawab tawaran Soeharto. Merry Roelani, istri Hoegeng, menuturkan suaminya itu kemudian mengabarkan perihal pemecatannya kepada sang bunda. Sungguh sebuah keteladanan yang dipesan ibu Hoegeng menyikapi nasib anaknya,“Selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam.”

Hoegeng diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada 2 Oktober 1971, dan ia kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan. Pemberhentian Hoegeng dari jabatannya ini menyisakan sejumlah tanda tanya di antaranya karena masa jabatannya sebagai Kapolri saat itu belum habis. Istilah penyegaran pun tidak tepat. Karena pengganti Hoegeng usianya dua tahun lebih tua.

Memasuki masa pensiun, Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis. Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga.

Hoegeng pun sempat mengisi acara musik di TVRI. Namun, entah apa yang ada di benak pemerintah saat itu, sehingga Hoegeng harus dilarang tampil di TVRI. Musik Hoegeng dinilai tidak nasionalis.

Kesadaran dan kepedulian Jenderal Hoegeng Imam Santoso membenahi kinerja polisi, selalu membuat decak kagum. Tidak hanya saat menjabat sebagai Kapolri, sewaktu pensiun pria kelahiran Pekalongan itu tetap aktif mendedikasikan dirinya untuk polisi.

Awal 1977 Hoegeng mendapat informasi dari seorang perwira menengah polisi berdinas sebagai provos tentang dugaan tindakan korupsi sejumlah perwira tinggi polisi di bagian jawatan keuangan. Tak mau menunggu lama, Hoegeng segera menulis sebuah memo pribadi kepada Kapolri saat itu, Jenderal Polisi Widodo Budidarmo, isinya, Hoegeng mengkritik habis-habisan perilaku polisi bergaya hidup mewah.

Karena tidak mendapatkan respon baik dari Kapolri, Hoegeng mengambil langkah tegas untuk membongkar kasus itu. Hoegeng sengaja membocorkan dugaan korupsi di jawatan keuangan Polri itu kepada beberapa media.

Hasilnya, tidak lama kemudian meledaklah kasus dugaan korupsi mencapai Rp 6 miliar itu di surat kabar nasional. Ibarat bola salju yang terus menggelinding, hingga akhirnya mendapatkan tindak lanjut dari penegak hukum.

Setelah diusut, sejumlah petinggi polisi terlibat korupsi Rp 6 miliar itu. Seperti Deputi Kapolri Letjen Polisi Siswadji, dan tiga perwira kepolisian lainnya. Hoegeng berharap Kapolri Jenderal Widodo segera mengusut dan menindak skandal korupsi tersebut. Jika tidak, Hoegeng mengancam akan membocorkan lebih banyak lagi kepada publik. Berawal dari sikap tegas Hoegeng itu, akhirnya Siswandi bersama polisi lain yang terlibat divonis bersalah, lalu dihukum penjara.

Sampai awal 1980-an Hoegeng masih banyak menerima keluhan dan informasi tentang kinerja polisi. Itu membuktikan jika Hoegeng masih mendapat hati di rakyat, dan mantan anak buahnya.

Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun. Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya.

0 comments:

Post a Comment